Sabtu, 05 Maret 2016

Perkembangan dan Klasifikasi Akuntansi Internasional



Nama                    : Gendis Kusuma Wardani
Kelas / NPM         : 4EB14 / 23212111

BAB 2 – Perkembangan dan Klasifikasi
          Akuntansi harus memberikan tanggapan pada kebutuhan masyarakat akan informasi yang akan terus berubah dan mencerminkan kondisi budaya, ekonomi, hokum, social, dan politik yang ada dalam lingkungan operasinya.
            Pada awalnya, akuntansi tidak lebih dari sistem pencatatan untuk jasa perbankan dan skema pemungutan pajak. Sistem pencatatan berpasangan kemudian dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan sejumlah perusahaan dagang. Industraliasasi dan pembagian kerja memerlukan adanya analisis biaya dan akuntansi manajemen. Akuntansi telah memperluas lingkupnya pada konsultasi manajemen dan menggabungkan teknologi informasi yang berkembang dalam system dan prosedurnya.
            Klasifikasi merupakan dasar untuk memahami dan menganalisis bagaimana sistem akuntansi nasional berbeda-beda. Kita juga dapat menganalisis apakah system tersebut cenderung menyatu atau berbeda. Tujuan klasifikasi adalah mengelompokkan sistem akuntansi keuangan menurut karakteristik khususnya.
A.    PERKEMBANGAN
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan akutansi nasional juga membantu menjelaskan perbedaan akuntansi antar - bangsa. Delapan faktor berikut ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan akutansi. Tujuh faktor pertama berupa ekonomi, sejarah sosial, dan atau kelembagaan dan merupakan faktor yang sering disebutkan oleh para penulis akutansi. Hubungan antara budaya (faktor kedelapan ini) dan perkembangan akutansi mulai digali lebih lanjut.
1.      Sumber Pendanaan
Dinegara – negara dengan pasar ekuitas yang kuat, seperti menjalankan perusahaan (profitabilitas) dan dirancang untuk membantu investor menganalisis arus kas masa depan dan resiko terkait. Sebaliknya, system basis kredit dimana bank merupakan sumber utama pendanaan, akutansi memiliki fokus pada perlindungan kreditor melalui dividen dan menjaga pendanaan yang mencukupi dalam rangka perlindungan .

2.      Sistem Hukum
Menentukan bagaimana individu dan lembaga berinteraksi. Dunia barat memiliki dua orientasi dasar yaitu, kodifikasi hukum (sipil) dan hukum umum (kasus). Kodifikasi hukum utamanya diambil dari hukum Romawi dan Kode Napoleon. Negara yang menganut sistem kodifikasi hukum latin Romawi, hukum merupakan suatu kelompok lengkap yang mencakup ketentuan dan prosedur. Kodifikasi standar dan prosedur merupakan hal yang wajar dan sesuai disana.
Dengan demikian, negara yang menganut kodifikasi hukum, aturan akutansi digabungkan dalam hukum nasional dan cenderung sangat lengkap dengan dan mencakupi banyak prosedur. Sebaliknya, hukum umum berkembang atas dasar kasus perkasus tanpa adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus dalam kode lengkap. Tentu saja, terdapat hukum dasar, tetapi cenderung tidak terlalu detail dan lebih fleksibel bila dibandingkan dengan sistem kodifikasi hukum.
 Pada kebanyakan negara hukum umum, aturan akutansi di tetapkan oleh organisasi professional sektor swasta. Hal ini memungkinkan aturan akutansi menjadi lebih adaptif dan inovatif. Kecuali untuk ketentuan dasar yang luas, kebanyakan aturan akutansi tidak digabungkan secara langsung kedalam hukum dasar. Kodifikasi hukum (kode hukum) akutansi cenderung terpaku pada bentuk (formal) legalnya saja, hukum akutansi yang lebih umum terpaku pada muatan (isi) ekonominya.
Contoh :
Sewa guna usaha dibawah aturan hukum umum biasanya tidak dikapitalisasi. Sebaliknya, dibawah hukum umum pada dasarnya dapat dikapitalisasi jika menjadi bagian dari pembelian properti.

3.      Perpajakan
Dikebanyakan negara, peraturan pajak secara efektif menentukan standar akutansi karna mencatat pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya dalam pajak keuangan dan pajak akutansi adalah sama.
Contoh :
Di Jerman, Swedia dan Belanda, akutansi keuangan dan pajak berbeda: laba kena pajak pada dasarnya adalah laba akutansi keuangan yang disesuaikan terhadap perbedaan – perbedaan dengan hukum pajak.

4.      Ikatan Politik dan Ekonomi
Ide dan teknoligi akutansi dialihkan melalui penaklukan, perdagangan, dan kekuatan sejenis. Sistem pencatatan berpasanagan (double-entry) berawal di Italia pada tahun 1400-an secara perlahan menyebar luas di Eropa bersamaan dengan gagasan pembaruan (renaissance) lainya. Kolonialisme Inggris mengekspor akutan dan konsep diseluruh wilayah kekuasaan Inggris. Penduduk Jerman selama Perang Dunia II menyebabkan Perancis menerapkan plan Comptable.
5.      Inflasi
Inflasi mengaburkan biaya historis akuntansi melalui penurunan berlebihan terhadap nilai asset dan beban yang terkait, sementara itu di sisi lain peningkatan berlebihan pada pendapatan. Negara dengan inflasi tinggi sering menuntut perusahaan melakukan perubahan harga ke dalam perhitungan keuangan. Meksiko dan beberapa negara Amerika Selatan menggunakan akuntansi tingkat umum karena pengalaman dengan hiperinflasi.
6.      Tingkat Perkembangan Ekonomi
Jenis transaksi usaha yang dilaksanakan dalam suatu perekonomian dan menentukan manakah yang paling utama. Jenis transaksi menentukan masalah akuntansi yang dihadapi.
            Contoh :
Konpensasi eksekutif peurusahaan berbasis saham atau sekuritas asset merupakan sesuatu yang jarang terjadi dalam perekonomian dengan pasar modal yang kurang berkemabang.
7.      Tingkat Pendidikan
Standar dan praktik akuntansi yang rumit akan menajadi tidak berguna jika disalah gunakan.
Contoh :
Pelaporan teknis akan kompleks mengenai varian perilaku biaya tidak akan berarti apa-apa, kecuali apabila para pembaca memahami akuntansi biaya. Pengungkapan mengenai resiko efek derivatif tidak akan informatif kecuali dibaca oleh pihak yang berkompeten.

Beberapa dari tujuh variable pertama ini sangat berhubungan, sebagai contoh :
Sistem hukum berawal di Inggris dan kemudian di ekspor ke beberapa negara seperti, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Keempat negara ini selurhnya memiliki pasar modal yang sangat maju, yang mendominasi orientase pelaporan keuangan di negara – negara tersebut. Akuntansi keuangan dan pajak bersifat terpisah, sebaliknya, kebanyakan negara Eropa Kontinental dan Jepabg memilki sistem kodifikasi hukum dan bergantung pada perbankan atau pemerintah untuk memperoleh kebanyakan pendanaan.
Dengan demikian, jika hukum umum menghasilkan pasar ekuitas yang kuat, perpajakan tidak akan mendominasi. Akan terdapat dua jenis aturan akuntansi yaitu, untuk perpaakan dan untuk pelaporan keuangan. Dua orientasi akuntansi yang berkembang ditimbulkan oleh keadaan – keadaan. Hal ini berorientasi pada penyajian wajar posisi keuangan dan hasil operasi, sedangkan yang satu lagi dirancang untuk memenuhi ketentuan hukum dan hukum pajak.
8.      Budaya
Variable budaya mendasari pengaturan kelembangan di suatu negara. Holstede mendasari empat dimensi budaya nasional.
Ø  Individualism
Ø  Jarak Kekuasaan
Ø  Penghindaran ketidak pastian
Ø  Maskulinitas

B.     KLASIFIKASI

Klasifikasi akuntansi internasional dapat dilakukan dua kategoriyaitu dengan pertimbangan dan secara empiris. Klasifikasi dengan pertimbangan bergantung paada pengetahuan , intuisi, dan pengalaman. Klasisfikasi secara empiris menggunakan metode statistikuntuk mengumpulkan basis data prinsip dan praktik akuntansi seluruh dunia.
            Empat Pendekatan terhadap Perkembangan Akuntansi
Ø  Pendekatan Makroekonomi
Ø  Pendekatan Mikroekonomi
Ø  Pendekatan Disiplin Independen
Ø  Pendekatan Seragam
Sistem Hukum : Akuntansi hukum Umum versus Kodifikasi Umum
Akuntansi dapat diklasifikasikan sesuai dengan sistem hukum suatu negara. Pandangan ini telah mendominasi pemikiran akuntansi selam kurang lebih 25 tahun terakhir.
1.      Akuntansi dalam negara hukum umum memiliki karakter berorientasi “penyajian wajar”, transparansi dan pengungkapan penuh dan pemisahan antara akuntansi keuangan dan pajak. Penentuan standar akuntansi cenderung merupakan aktivitas sektor swasta dengan peranan penting yang dimainkan oleh profesi akuntansi.
2.      Akuntansi dalam negara-negara yang menganut kodifikasi hukum memiliki karakteristik berorientasi legalistik, tidak membiarkan pengungkapan dalam jumlah kurang dan kesesuaian antara akuntansi keuangan dan pajak. Bank atau pemerintah mendominasi sumber keuangan dan pelaporan keungan untuk perlindunga kreditor.
Suatu sistem legal dalam hukum umum menekankan hak pemegang saham dan menawarkaan perlindungan yang lebih kuat kepada investor. Hukum melindungi investor luar dan secara hukum sangat ditegakkan. Hasilnya adalah pasar modal yang kuat berkembang di negara kodifikasi hukum. Oleh karena investor memiliki posisi wajar terhadap perusahaan, permintaan akan informasi akuntansi yang mencerminkan kinerja operasi dan posisi keuangan dengan akurat. Pengungkapan menyelesaikan masalah informasi yang tidak seimbang antara perusahaan dan investor.
Oleh karena itu, permintaan informasi dipenuhi melalui komunikasi pribadi, pengungkapan publik relatif lebih sedikit. Laba akuntansi dasar penentuan pajak penghasilan terutang dan sering kali dasar penentuan deviden dan bonus karyawan, sehingga menimbulkan tekanan melakukan perataan jumlah laba dari tahun ke tahun.
Sistem Praktik : Akuntansi Penyajian Wajar versus Kepatuhan Hukum
Perbedaan akuntansi pada tingkat nasional menjadi semakin hilang. Terdapat beberapa alasan yaitu :
ü  Pasar saham sebagai sumber keuangan berkembang di seluruh dunia. Modal sifatnya gobal, sehingga menuntut standar laporan keuangan perusahaan yang diakui mendunia. Penyamaan standar laporan keuangan di tingkat global akan mmengurangi biaya yang dikeluarkan.
ü  Pelaporan keuangan ganda kini menjadi hal yang umum, satu set laporan menggunakan prinsip akuntansi dan berisi pengungkapan yang ditunjukan kepada investor internasonal.
ü  Beberapa negara menganut kodifikasi hukum, secara khusus Jerman dan Jepang, mengalihkan tanggung jawab pembentukan standar akuntansi dari pemerintah kepada kelompok sektorswasta yang professional dan independen.
Perubahan pada proses penetapan standar menjadi mirip dengan proses negara hukum seperti Australia, Kanada, Inggris dan Amerika Serikat. Hal ini dilihat sebagai suatu cara untuk lebih aktif mempengaruhi agenda IASB. Kerangka kerja selain sistem hukum diperlukan juga untuk mengklasifikasikan akuntansi di seluruh dunia.
Klasifikasi yang didasarkan pada penyajian wajar versus kepatuhan hukum menjelaskan akuntansi di dunia. Perbedaan antara penyajian wajar dan kesesuaian hukum yang menimbulkan pengaruh besar pada permasalahan akuntansi.
·         Depresiasi
·         Sewa Guna Usaha
·         Pensiun
Akuntansi kepatuhan hukum dirancang untuk memenuhi ketentuan yang dikenalkan pemerintah seperti perhitungan laba kena pajak atau mematuhi rencana makroekonomi pemerintah nasional. Pengukuran dengan standar konservatif memastikan bahwa jumlah nilai yang dibagikan secara bijaksanaa dan sepadan.
Akuntansi kepatuhan hukum akan terus digunakan dalam laporan keuangan secara individu dengan negara yang menganut kodifikasi hukum dan menerapkan pelaporan dengan penyajian wajar.
Sumber :
Choi, Frederick D.S. , Gary K.Meek. 2010. International Accounting. edisi keenam. salemba empat : Jakarta.

Jumat, 18 Desember 2015

Softskill Bulan ke-3 : Tema Kerajinan Tangan dari Bahan Organik

Karya Alamku
Banyak orang yang menyepelekan sampah organik yang ada disekitarnya, seperti daun daun yang bertebaran ditanah, patahan ranting, sampah sisa atau cangkang tumbuhan.  Sebenernya itu semua bisa kita jadikan sebuah karya buatan tangan kita sendiri, selain bahan itu mudah ditemukan, bahan itu juga tidak usah mengeluarkan uang yang banyak, terlebih lagi kita bisa mengurangi sampah organik yang ada.
Dalam hal ini, untuk memenuhi tugas softskill kami membuat sebuah karya dalam bentuk lukisan yang dibingkai, semua itu dibuat dari bahan seperti, macam macam daun, bamboo atau ranting pohon dan serabut kelapa.
“Karyaku Alamku” ini adalah tema dari kelompok kami, karna karya yang kami ciptakan adalah sebuah karya atau kerajinan tangan dala bentuk hiasan yang mengguanakan bahan bahan organic yang lebih tepatnya dari tumbuhan.  Ini membukitkan bahwa sesuatu yang kita anggap sampah bisa menajdi sebuah karya yang cukup bagus.

Minggu, 01 November 2015

Jurnal Analisis pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Publik Pada Kasus Bank Lippo



ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
PADA KASUS BANK LIPPO

ABSTRAK

            Profesi akuntan publik adalah sebuah profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat. Apabila profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap kualitas akuntan publik akan menjadi lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kasus kode etik profesi akuntan publik dan mengkaji dampak atas pelanggaran kode etik pada kasus Bank Lippo. Data diperoleh melalui studi literatur seperti jurnal. Teknik yang dipakai adalah analisis yang disertai dengan argumentasi dari sudut pandang penulis. Hasil penelitian adalah akuntan publik telah memberikan laporan keuangan ganda yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Dampak yang ditimbulkan dari pelanggaran tersebut adalah sanksi berupa denda dari BAPEPAM. Lebih buruk lagi, kepercayaan masyarakat kepada akuntan publik akan berkurang bahkan menghilang.

PENDAHULUAN

            Setiap orang mempunyai berbagai macam profesi. Tidak jarang profesi tersebut memiliki hubungan dengan masyarakat. Jika kita menjalani profesi diharapkan menjalaninya dengan sungguh-sungguh atas tanggung jawab dan kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat. Begitu pula dengan profesi akuntan publik. Apabila profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap kualitas akuntan publik akan menjadi lebih baik.
            Untuk itu Kompartemen Akuntan Publik mengeluarkan Aturan Etika Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik di Indonesia. SPAP digunakan sebagai acuan ukuran mutu wajib dipatuhi oleh akuntan publik dalam pemberian jasanya.
Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari tiga bagian :
1.      Prinsip Etika : memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
2.      Aturan Etika : disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang bersangkutan.
3.      Interprestasi Aturan Etika : merupakan interprestasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
            Menurut Machfoedz (1997), seorang akuntan dikatakan profesional apabila memenuhi tiga syarat, yaitu berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Seseorang hendaknya memiliki keahlian dan pengetahuan yang memadai di dalam profesinya. Selain itu karakter menunjukkan kepribadian seorang profesional yang diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan akan sangat menentukan posisinya di masyarakat yang memakai jasa profesionalnya.
            Adams, et al dalam Ludigdo (2007) menyatakan ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat antara lain :
1.      Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berlaku secara etis.
2.      Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
3.      Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebaga sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.
Dalam kasus Bank Lippo telah terjadi pelanggaran etika profesi dan etika bisnis secara bersamaan. Menurut Keraf (1998) ada lima prinsip etika bisnis :
1.      Prinsip Otonomi
            Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu.
2.      Prinsip Kejujuran
            Meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
3.      Prinsip Tidak Berbuat jahat dan Berbuat Baik
            Mengarahkan agar kita secara aktif dan mekasimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.
4.      Prinsip Keadilan
            Menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
5.      Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
            Mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
            Dengan demikian, pelanggaran terhadap kode etik profesi oleh KAP akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Padahal hasil audit dari akuntan publik merupakan referensi yang sangat berharga bagi para shareholder dalam mengambil keputusan ekonomi. UU. No. 5/2011 tentang Akuntan Publik menyatakan bahwa jasa akuntan publik merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam era globalisasi yang memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan.
            Terjadinya kasus penyimpangan kode etik tersebut menunjukkan bahwa menegakkan kode etik akuntan publik tidaklah mudah. Arens dan Loebbecke (2000) menyatakan, persoalannya terletak pada dilema etis adalah situasi yang dihadapi seseorang sehingga keputusan mengenai perilaku yang layak harus dibuat.
            Profesi akuntan publik sering dihadapkan pada dilema etis dari setiap jasa yang ditawarkan. Situasi konflik dapat terjadi ketika seorang akuntan publik harus membuat profesional judgement dengan mempertimbangkan sudut pandang moral. Situasi konflik atau dilema etis merupakan tantangan bagi profesi akuntan publik. Untuk itu mutlak diperlukan kesadaran etis yang tinggi, yang menunjang sikap dan perilaku etis akuntan publik dalam menghadapi situasi konflik tersebut. Terdapat banyak faktor (baik eksternal maupun internal) yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan publik.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :
·         Menganalisis bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh kantor akuntan publik pada kasus Bank Lippo.
·         Mengkaji dampak pelanggaran kode etik tersebut.

METODE PENELITIAN

            Metode penelitian yang dilakukan yaitu studi literatur seperti jurnal. Data dikumpulkan dari beberapa sumber yang mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KAP pada kasus Bank Lippo.
            Penulis menggunakan teknik analisis dengan cara mengkaji fenomena kasus yang terjadi disertai dengan argumentasi. Argumentasi yang dipaparkan merupakan sudut pandang dari penulis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo Tahun 2002
            Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Berikut laporan keuangan tersebut :
·         Laporan pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002.
·         Laporan kedua, yang diberikan kepada BEJ pada 27 Desember 2002.
·         Laporan ketiga, yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.
            Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %.
Analisis :
            Akuntan publik tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik profesi akuntansi karena telah membuat laporan keuangan ganda yang dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Tindakan mencantumkan laporan yang belum diaudit dengan mengiklankan di media masa untuk publik dengan kata sudah di audit yang dilakukan akuntan publik adalah tindakan yang melanggar integritas dimana seorang akuntan harus sangat jelas dan jujur dalam segala pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan bisnisnya. Dapat dilihat dari kasus ini bahwa akuntan publik belum mengerjakan profesinya secara profesional. Seharusnya akuntan publik melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan, sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati.
            Dampak dari kasus tersebut adalah BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
            Profesi akuntan publik adalah profesi yang mengutamakan kepercayaan. Oleh karena itu sistem yang sudah dibangun harus dilaksanakan agar profesi akuntan publik mendapatkan tempat yang terhormat bagi klien, dunia usaha, pemerintah dan pihak lain yang mempunyai kepentinagn terhadap profesi akuntan publik. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) adalah unit di Kementerian Keuangan yang salah satu tugas dan fungsinya melakukan pembinaan terhadap akuntan. Sanksi dapat diberikan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
            Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pembinaan, pemberdayaan, dan pengawasan terhadap profesi akuntan publik dibuatlah Peraturan Pemerintah No. 84/2012 tentang Komite Profesi Akuntan Publik serta UU. No. 5/2011 tentang akuntan publik mengamanatkan pembentukan Komite Profesi Akuntan Publik yang bersifat independen. Komite ini diharapkan daat menjembatani kepentingan praktisi akuntan publik dan Asosiasi Profesi Akuntan Publik serta Menteri sebagai pembina dan pengawas profesi akuntan publik. Keberadaan komite akan mendorong terwujudnya perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan publik dan profesi akuntan publik.

KESIMPULAN

Dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kode etik akuntan publik dan pelanggaran yang dilakukan oleh akuntan publik atau KAP :
1.      Bentuk pelanggaran yang dilakukan adalah memberikan laporan keuangan yang berbeda-beda kepada publik. Sudah sepatutnya akuntan publik bekerja secara profesional dan memiliki sifat kehati-hatian.
2.      Dampak pelanggaran kode etik yang dilakukan akuntan publik adalah kerugian bagi investor yang memanfaatkan hasil audit akuntan publik, berkurang atau bahkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik, dan pada akhirnya akan merugikan profesi akuntan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes S., 2012, Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta.
Arens A.A, dan Loebbecke J.K., 2000, Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, Jilid 1. (Terj), Erlangga, Jakarta.
Keraf. A., S., 1998, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Ludigdo, U., 2007, Paradoks Etika Akuntan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Machfoedz, M., 1997, Strategi Pendidikan Akuntansi dalam Era Globalisasi. Jurnal Perspektif FE-UNS. Edisi Juli-September.
Mulyadi, 2002, Auditing, Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta.
http://lianlobay.blogspot.co.id/2014/11/laporan-keuangan-ganda-bank-lippo-tahun.html