Contoh Kasus
Pada kasus
ini, kedua orang tua sudah meninggal dan meninggalkan 3 orang anak yang sudah
berumah tangga semua. Anaknya ingin menjual rumah peninggalan orang tuanya,
tetapi salah satu dari mereka ada yang tidak setuju kalau rumah tersebut
dijual. Bagaimana solusi yang terbaik untuk masalah ini?
Solusi
Pengaturan secara materil mengenai kewarisan dalam
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu untuk orang yang beragama Islam diatur di dalam
Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) dan untuk orang yang beragama selain Islam
diatur di dalam Buku II (Pasal 830 s.d. Pasal 1130) Burgerlijk
Wetboek (“BW”) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Selain itu
juga, kewarisan diatur di dalam hukum adat yang di dalam praktiknya masih
diterapkan.
Berdasarkan kasus tersebut bahwa kedua orang tua telah
meninggal dunia, maka berdasarkan ketentuan Pasal 174 ayat (2) KHI, yang
termasuk sebagai ahli waris adalah anak,
ayah, ibu.
Pasal 174 ayat (2) KHI selengkapnya berbunyi:
“Apabila semua ahli waris ada,
maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda”
Sedangkan, berdasarkan hukum waris
BW dan jika tidak ada surat wasiat (testament), maka yang berhak menjadi
ahli waris adalah anak-anak dari
pewaris.
Hal yang paling baik dilakukan adalah penyelesaian
secara kekeluargaan. Musyawarah keluarga atau komunikasi yang intensif untuk
memahami sikap dan keinginan dari masing-masing pihak sehingga mendapatkan
solusi yang terbaik dan melegakan buat semua ahli waris. Namun, apabila
penyelesaian mengenai harta waris tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan,
maka dapat mengajukan permohonan untuk meminta penetapan ahli pembagian harta
waris kepada pengadilan.
Mengingat hukum waris yang ada dan berlaku di
Indonesia yang sampai saat ini masih belum merupakan unifikasi hukum, oleh
karenanya dapat melakukan pilihan hukum (choice of law) terhadap hukum
yang berlaku dalam hal kewarisan di Indonesia yakni hukum waris Islam, hukum waris
BW, atau hukum waris Adat.
Hal ini akan berkaitan ke pengadilan mana anda akan
mengajukan Permohonan, apakah ke Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama
setempat. Namun, berdasarkan Pasal 49 huruf b UU No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(“UU Peradilan Agama”) yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengadilan
agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang waris…”
Refrensi
: